Wednesday, November 30, 2011

Masalah Pokok dalam Pendidikan Matematika di Indonesia

  

Berawal dari keisengan saya mencari tahu tentang peringkat pendidikan Indonesia disebuah search engine. Saya menemukan sebuah situs OECD (Organization for Economic Cooperation and Development), sebuah organisasi untuk kerjasama dan pengembangan ekonomi yang beranggotakan negara-negara maju dari setiap kawasan di dunia. Dari situs itu tidak sengaja saya menemukan hasil sebuah penelitian tentang "How Proficient are Student in Mathematics". Penelitian tersebut dilakukan pada tahun 2009. untuk melihat hasilnya silakan KLIK. (kalau kurang jelas silakan browsernya di Zoom dulu, teken ctrl dan tanda +) (kalo tampilan browsernya mau kembali normal silakan tekan ctrl dan 0)

Dari gambar, dapat terlihat bahwa dari 65 negara yang menjadi objek penelitian, Indonesia berada di urutan ketiga dari bawah. Sungguh menyedihkan sekali. Lalu siapakah yang menduduki peringkat teratas? China, ya tentu saja negara yang sering memenangkan olimpiade matematika internasional itu menduduki peringkat pertama. Disusul kemudian dengan Finlandia yang menduduki peringkat kedua.

Lalu mengapa tingkat kemampuan siswa dalam matematika di Indonesia sampai berada di peringkat ketiga dari bawah? Menurut saya, permasalahan pokok dalam pendidikan matematika di Indonesia ini yaitu:
1. Rendahnya daya serap dan Pemahaman peserta didik
2.Tenaga Pendidik yang masih perlu ditingkatkan kualitasnya


Mari kita perhatikan hal-hal yang berkaitan dengan sistem pendidikan dan pendidikan matematika di negara China dan Finlandia sebagai cermin bagi pendidikan Indonesia, tentu saja hal ini berkaitan dengan keahlian matematika peserta didik kita yang masih sangat memprihatinkan.
China
Setiap tahun lebih dari 10 juta siswa sekolah menengah di Cina yang berpartisipasi dalam kompetisi matematika. Sejak pertama kali mengikuti Olimpiade Matematika Internasional (International Mathematical Olympiad) tahun 1985 di Joutsa, Finlandia sampai dengan IMO tahun 2008 di Madrid, Spanyol, siswa-siswa sekolah menengah dari Cina telah berhasil mengumpulkan 101 medali emas, 26 perak dan 5 perunggu. Bandingkan dengan Indonesia yang sampai sekarang baru berhasil mendapat 3 medali perak dan 12 perunggu sejak pertama kali ikut IMO tahun 1988 di Canberra, Australia. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan siswa-siswa Cina menjadi sangat luar biasa dalam IMO?
1. Sistem pendidikan di Cina yang dapat membuat siswa sangat tertarik dengan matematika dan dapat mengidentifikasi siswa-siswa yang potensial dalam bidang tersebut. Dalam hal inilah Cina sangat unggul.
2. Guru-guru matematika di Cina tidak memerlukan banyak pelatihan dalam pengembangan profesinya, tetapi mereka sangat spesialis dan mau bekerja keras dalam mendalami profesinya.
3.      Menurut Zuming Feng (team leader tim IMO Amerika Serikat) yang dilahirkan dan dibesarkan di Cina sebelum berimigrasi ke Amerika Serikat, di Cina terdapat banyak sekali guru matematika sekolah menengah di Cina yang mengabdikan profesinya khususnya dalam kompetisi matematika.
4. Cina mempunyai jaringan pelatih khusus untuk kompetisi matematika di seluruh negeri yang dapat mengidentifikasi dan membimbing siswa-siswa yang berbakat matematika.
5. Kemampuan matematika yang mendalam juga menjadi syarat dalam ujian masuk perguruan tinggi di Cina. Soal ujian tersebut selalu terdiri dari tiga atau lima soal matematika yang berbentuk pembuktian. Sebagai akibatnya siswa-siswa Cina sudah terbiasa menghadapi soal-soal matematika level olimpiade.
6.   Faktor terakhir adalah sistem pembinaan yang sangat keras untuk menghadapi IMO. Meskipun tidak melalui model pelatihan jangka panjang, siswa-siswa yang mewakili Cina di IMO paling sedikit harus melewati sepuluh tes yang selevel dengan IMO.

Finlandia
Finlandia negeri yang paling tidak korup di muka bumi ini merupakan negara dengan pendidikan terbaik di dunia. Hebatnya, Finlandia tak cuma jagoan mendidik anak-anak “normal,” tapi juga unggul dalam pendidikan bagi anak-anak yang lemah mental. Pendek kata, Finlandia berhasil membuat seluruh anak didiknya cerdas - tak peduli yang normal atau yang lemah mental.
Resep Sukses Finlandia
Ternyata kuncinya memang terletak pada
kualitas gurunya. Guru-guru Finlandia boleh dikatakan adalah guru-guru yang memiliki kualitas terbaik dengan pelatihan terbaik pula. Profesi guru sendiri adalah profesi yang sangat dihargai, meski gaji mereka
tidaklah fantastis. Lulusan sekolah menengah terbaik biasanya justru mendaftar untuk dapat masuk di sekolah-sekolah pendidikan dan hanya 1 dari 7 pelamar yang bisa diterima, lebih ketat persaingainnya ketimbang masuk ke fakultas bergengsi lainnya seperti fakultas hukum dan kedokteran. Dengan kualitas mahasiswa yang baik dan pendidikan dan pelatihan guru yang berkualitas tinggi tak salah jika kemudian mereka dapat menjadi guru-guru dengan kualitas yang tinggi pula. Dengan kompetensi tersebut mereka bebas untuk menggunakan metode kelas apapun yang mereka suka, dengan kurikulum yang mereka rancang sendiri, dan buku teks yang mereka pilih sendiri.
Dari segi anggaran, Finlandia agak sedikit lebih tinggi dari negara lain, walau bukan yang tertinggi. Kegiatan sekolah juga hanya 30 jam per minggu. Sistem pendidikan Finlandia memang unik. Remedial tidak dianggap sebagai kegagalan tapi untuk perbaikan. Orientasi dibuat untuk tujuan-tujuan yang harus dicapai. Penekanan ada di proses, bukan hasil. PR dan ujian tak musti dikerjakan dengan sempurna yang penting murid menunjukkan adanya usaha. Ujian justru dipandang sebagai penghancur mental siswa.
Sejak awal, murid diajari bertanggung jawab mengevaluasi dirinya sendiri. Mereka didorong untuk bekerja secara independen. Guru tidak mesti selalu mengontrol mereka. Proses pembelajaran berjalan dua arah. Suasana sekolah boleh dibilang jadi lebih cair, fleksibel, dan menyenangkan. Namun efektif. Guru juga tak pernah mengkritik murid yang justru dinilai membuat murid malu dan menghambat proses pembelajaran itu sendiri. Murid “boleh” berbuat kesalahan, namun guru akan memintanya untuk membandingkan dengan hasil sebelumnya. Memang tak ada sistem ranking di sini sehingga siswa merasa confident dan nyaman terhadap dirinya. Ranking dipandang hanya membuat guru berfokus pada murid-murid terbaik saja, bukan ke seluruh murid.
Finlandia sukses menggabungkan kompetensi guru yang tinggi, kesabaran, toleransi dan komitmen pada keberhasilan melalui tanggung jawab pribadi. Di Finlandia, perbedaan antara murid berprestasi baik dan murid yang kurang sangatlah kecil. Kata seorang guru di Finlandia, “Kalau saya gagal dalam mengajar seorang murid, maka itu berarti ada yang tidak beres dengan pengajaran saya!”

Indonesia
Di Indonesia, kualitas guru di Indonesia juga masih (maaf) memprihatinkan. Lulusan sekolah menengah yang jempolan biasanya lari ke tempat yang mentereng: Ilmu Kedokteran, Teknik, Ekonomi, dan sebagainya. Praktis, mereka yang masuk Ilmu Pendidikan adalah “sisa” yang gagal bersaing masuk ke jurusan elit.
Contoh lain adalah UAN yang baru saja lewat beberapa waktu lalu. Sesuai PP 19/2005, UAN adalah indikator kelulusan. Namun banyak yang menilai UAN tak bermanfaat karena hanya mengkondisikan penyelewengan demi anak didik dan sekolah terangkat citranya. Guru, kepala sekolah, dan bahkan pejabat daerah terlibat jadi tim sukses. Passing grade ditetapkan, tapi sarana, prasarana, dan sumberdaya belum terkondisikan. Begitu hasil jeblok, segala cara agar murid lulus, bukan dengan introspeksi.
Sebagian menyayangkan jerih payah tiga tahun hanya ditentukan dalam tiga hari. Banyak murid cerdas diterima SPMB Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru, tapi gagal dalam UAN. Murid cerdas justru terbebani mentalnya. Apalagi, andaikata tak lulus, mereka musti mengulang Paket C yang prestisenya kalah jauh. Dorongan belajar pada akhirnya justru sulit dibangkitkan dan hasil maksimal mustahil diperoleh.
Di sisi lain, kualitas pendidikan memang sedemikian rendahnya. Dengan passing grade yang cukup rendah dibanding negara tetangga, masih banyak juga yang tidak lulus. Ketika ada wacana untuk menaikkan standar, protes di sana-sini. Solusinya? Mungkin kembalikan saja ke sistem Ebtanas lama yang dirasa lebih “fair” dan tidak mengundang banyak masalah - sembari menunggu format UAN yang benar-benar pas buat negeri ini.
Atau, sebelum UAN, misalnya sekolah mengadakan seleksi intern sehingga hanya benar-benar murid yang siap yang bisa mengikuti UAN. Atau, UAN dilakukan dengan beberapa passing grade: yang nilainya sekian bisa mendaftar S1, yang sekian hanya bisa mendaftar diploma, yang kurang bisa mengulang tahun depan.
Asumsikan 1 persen dari jumlah warga negara adalah jenius, maka “seharusnya” ada 2,2 juta orang berbakat di Indonesia. Masalahnya, bagaimana menemukan mereka, mengasah mereka, memberi mereka kesempatan, supaya mereka bisa mengembangkan potensinya. Indonesia bagus di fisika dan matematika. Indonesia juga jagoan badminton. Ada juga Crhisjon yang jago tinju. Ada juga anak pedagang rokok yang meraih juara dunia catur. Ada juga yang bisa menemukan ion motion control di elektrolit. Patut disayangkan mengapa pemerintah masih cuek dan belum piawai dalam mengasah intan mutu manikam.
Hipotesis sementara saya, pendidikan informal (dalam hal ini keluarga) masih jadi unsur terpenting untuk membentuk pribadi yang unggulan selama pemerintah belum mampu membangun sistem pendidikan yang benar-benar mumpuni. Keluarga jugalah yang jadi benteng melawan budaya instan dan pengaruh negatif lingkungan. Dan hipotesis alternatif saya, murid-murid SMP-SMA tak seburuk yang ditulis di media. Pengaruh 18.00-21.00 yang jauh lebih kuat daripada masa studi 7.00-13.00 juga jadi salah satu faktor yang mendistorsi kualitas mereka sebenarnya. Wajar kalau di Finlandia, sewaktu istirahat para guru dan muridnya bermain LEGO robotic. Sementara di Indonesia, murid-murid lebih suka ngerokok, pacaran, atau tawuran sewaktu istirahat.
Yang jelas, jika KBK/KTSP diterapkan, kita semua musti konsisten. Evaluasi harus berdasarkan proses. UAN tak perlu dipaksakan sebagai penentu kelulusan. Tapi sejauh mana kesiapan kita (terutama di daerah) untuk menerapkannya? Itu PR kita bersama.
Referensi:
tumblr.com
OECD.com
google

No comments:

Post a Comment

Terimakasih Telah BerkunjungTerimakasih Telah Berkunjung Terimakasih Telah Berkunjung Terimakasih Telah Berkunjung Terimakasih Telah Berkunjung