Friday, May 24, 2013

History of Plato





Plato (428/427-348SM) adalah anak dari pasangan Ariston dengan Perictione. Sejak muda ia tertarik pada ajaran demokrasi Pericles dan Socrates. Plato menjadi murid Socrates sejak usia 20 tahun. Oleh karenanya sangat wajar jika pemikiran Plato sangat dipengaruhi oleh ajaran-ajaran Socrates. Plato adalah murid yang sangat mencintai gurunya. Pada saat Socrates dijatuhi hukuman mati, Plato sedang sakit, sehingga tidak dapat menemani gurunya, dan itulah yang sangat menyakitkan Plato.
Setelah Socrates meninggal, Plato merantau ke sejumlah negeri selama 12 tahun. Dari Athena Plato pergi ke Mesir, dan dari sana ia menuju Megara tempat Euclides mengajarkan filosofinya. Setelah itu, ia ke Kyrena untuk belajar matematika pada Theodoros. Dari Kyrena ia pergi ke Italia Selatan dan terus ke Syracusa di Pulau Sicilia. Penguasa Sicilia, Dionysios, adalah penguasa tiran yang mengajak Plato untuk tinggal di istananya. Plato bersahabat dengan saudara ipar Dionysios, Dion. Bersama Dion, Plato ingin menerapkan teori pemerintahannya. Menurut Plato, yang berhak mengatur pemerintahan adalah orang-orang terdidik, dalam hal ini seorang filsuf. Menurut Plato, kesengsaraan di dunia tidak akan berakhir sebelum filsuf menjadi raja atau raja-raja menjadi filsuf. Namun obsesinya gagal. Plato dianggap sebagai orang yang berbahaya sehingga akhirnya ia disingkirkan dan dijual di pasar sebagai budak. Namun dia beruntung karena bertemu dengan Anniceris (mantan murid Plato) yang membeli dan membebaskannya. Atas prakarsa mantan para muridnya, Plato dibelikan tanah untuk mendirikan Akademia. Ia mengabdikan ilmunya sejak usia 40 tahun sampai meninggalnya dalam usia 80 tahun.
Metode yang digunakan Plato untuk mengajar murid-muridnya ialah dengan cara berjalan-jalan di taman. Inilah cikal bakal penamaan falsafah peripatetik (masysya'iyyah) proses pengajaran ini berlangsung dengan sistem dialog intens antara guru-murid. Metode ini sebenarnya berasal dari gurunya, Socrates. Hutchins mengklaim bahwa metode dialog merupakan tradisi peradaban Barat yang paling relevan dan telah mengakar hingga sekarang, sehingga tidak menyisakan satu persoalan pun yang tidak ada solusinya. Metode tanya jawab diakui sebagai metode pengajaran yang sangat efektif dan dinamis. Efek positif dari metode itu ialah terciptanya iklim yang kondusif dalam membina hubungan antara guru dengan murid.

Salah satu ajaran Plato adalah tentang ide. Pada mulanya, Plato mencari jawaban atas pertanyaan: "Apakah yang disebut Adanya?" Sebelum mempersoalkan yang lainnya, kita perlu terlebih dahulu memiliki pengertian yang tepat tentang "Adanya". Dalam hal in, Socrates mencari pengertian melalui jalan induktif, yaitu bertanya kepada setiap orang yang ditemuinya, dan lantas menanyakan kepada mereka, "Apa yang disebut berani, keadilan, dan juga kebaikan?" Pengertian yang dikemukakan Socrates kemudian diperdalam oleh Plato menjadi ide. Ide sendiri bukanlah pendapat orang-orang. Ide tidak bergantung pada pandangan dan pendapat orang banyak. Ide timbul semata-mata dari kecerdasan pikiran, dan pada hakikatnya ide sudah ada, jadi tinggal mencarinya saja. Tujuan pokok falsafah Plato adalah mencari pengetahuan tentang pengetahuan Budi yang didasarkan atas tahu menghendaki ajaran tentang pengetahuan. Menurut Plato, ada dua sumber pengetahuan, yakni berpikir dan pengalaman. Untuk menjembatani antara pikiran dengan pengalaman, Plato memperkenalkan dua dunia, yaitu dunia nyata dan gaib (dunia materi dan imateri). Sifat dunia materi berubah-ubah, tidak tetap, sedang dunia imateri bersifat ide dan tetap. Ide merupakan dasar dari segala yang ada sehingga mengetahui dunia ide menjadi amat penting dan mendasar. Oleh karena itu, idelah yang harus menjadi tujuan bagi pengetahuan yang sebenarnya. Menurut Plato, ide berada di dunia lain. Semua pengetahuan adalah salinan dari asalnya, yang menampakkan diri melalui ingatan jiwa pada asalnya. Jiwa berperan sebagai mediator antara dunia ide dengan dunia materi. Melalui mata, jiwa diingatkan kembali pada apa yang sudah diketahuinya sebelum turun ke dunia materi. Jadi, penglihatan berfungsi sebagai penghubung (wasilah) untuk mengingatkan kembali pengetahuan jiwa. Inilah inti dari epistemologi Plato.

  Sumber: Drajat, Amroeni. (2005). Suhrawardi Kritik Falsafah Peripatetik. Yogyakarta: LkiS.
Terimakasih Telah BerkunjungTerimakasih Telah Berkunjung Terimakasih Telah Berkunjung Terimakasih Telah Berkunjung Terimakasih Telah Berkunjung