Plato (428/427-348SM) adalah anak dari pasangan
Ariston dengan Perictione. Sejak muda ia tertarik pada ajaran demokrasi
Pericles dan Socrates. Plato menjadi murid Socrates sejak usia 20 tahun. Oleh
karenanya sangat wajar jika pemikiran Plato sangat dipengaruhi oleh
ajaran-ajaran Socrates. Plato adalah murid yang sangat mencintai gurunya. Pada
saat Socrates dijatuhi hukuman mati, Plato sedang sakit, sehingga tidak dapat
menemani gurunya, dan itulah yang sangat menyakitkan Plato.
Setelah Socrates meninggal, Plato
merantau ke sejumlah negeri selama 12 tahun. Dari Athena Plato pergi ke Mesir,
dan dari sana ia menuju Megara tempat Euclides mengajarkan filosofinya. Setelah
itu, ia ke Kyrena untuk belajar matematika pada Theodoros. Dari Kyrena ia pergi
ke Italia Selatan dan terus ke Syracusa di Pulau Sicilia. Penguasa Sicilia,
Dionysios, adalah penguasa tiran yang mengajak Plato untuk tinggal di
istananya. Plato bersahabat dengan saudara ipar Dionysios, Dion. Bersama Dion,
Plato ingin menerapkan teori pemerintahannya. Menurut Plato, yang berhak
mengatur pemerintahan adalah orang-orang terdidik, dalam hal ini seorang
filsuf. Menurut Plato, kesengsaraan di dunia tidak akan berakhir sebelum filsuf
menjadi raja atau raja-raja menjadi filsuf. Namun obsesinya gagal. Plato
dianggap sebagai orang yang berbahaya sehingga akhirnya ia disingkirkan dan
dijual di pasar sebagai budak. Namun dia beruntung karena bertemu dengan Anniceris
(mantan murid Plato) yang membeli dan membebaskannya. Atas prakarsa mantan para
muridnya, Plato dibelikan tanah untuk mendirikan Akademia. Ia mengabdikan
ilmunya sejak usia 40 tahun sampai meninggalnya dalam usia 80 tahun.
Metode yang digunakan Plato untuk mengajar
murid-muridnya ialah dengan cara berjalan-jalan di taman. Inilah cikal bakal
penamaan falsafah peripatetik (masysya'iyyah) proses pengajaran ini berlangsung
dengan sistem dialog intens antara guru-murid. Metode ini sebenarnya berasal
dari gurunya, Socrates. Hutchins mengklaim bahwa metode dialog merupakan
tradisi peradaban Barat yang paling relevan dan telah mengakar hingga sekarang,
sehingga tidak menyisakan satu persoalan pun yang tidak ada solusinya. Metode
tanya jawab diakui sebagai metode pengajaran yang sangat efektif dan dinamis.
Efek positif dari metode itu ialah terciptanya iklim yang kondusif dalam
membina hubungan antara guru dengan murid.
Salah satu ajaran Plato adalah tentang ide. Pada
mulanya, Plato mencari jawaban atas pertanyaan: "Apakah yang disebut
Adanya?" Sebelum mempersoalkan yang lainnya, kita perlu terlebih dahulu
memiliki pengertian yang tepat tentang "Adanya". Dalam hal in,
Socrates mencari pengertian melalui jalan induktif, yaitu bertanya kepada
setiap orang yang ditemuinya, dan lantas menanyakan kepada mereka, "Apa
yang disebut berani, keadilan, dan juga kebaikan?" Pengertian yang
dikemukakan Socrates kemudian diperdalam oleh Plato menjadi ide. Ide sendiri
bukanlah pendapat orang-orang. Ide tidak bergantung pada pandangan dan pendapat
orang banyak. Ide timbul semata-mata dari kecerdasan pikiran, dan pada
hakikatnya ide sudah ada, jadi tinggal mencarinya saja. Tujuan pokok falsafah
Plato adalah mencari pengetahuan tentang pengetahuan Budi yang didasarkan atas
tahu menghendaki ajaran tentang pengetahuan. Menurut Plato, ada dua sumber
pengetahuan, yakni berpikir dan pengalaman. Untuk menjembatani antara pikiran
dengan pengalaman, Plato memperkenalkan dua dunia, yaitu dunia nyata dan gaib
(dunia materi dan imateri). Sifat dunia materi berubah-ubah, tidak tetap,
sedang dunia imateri bersifat ide dan tetap. Ide merupakan dasar dari segala
yang ada sehingga mengetahui dunia ide menjadi amat penting dan mendasar. Oleh
karena itu, idelah yang harus menjadi tujuan bagi pengetahuan yang sebenarnya.
Menurut Plato, ide berada di dunia lain. Semua pengetahuan adalah salinan dari
asalnya, yang menampakkan diri melalui ingatan jiwa pada asalnya. Jiwa berperan
sebagai mediator antara dunia ide dengan dunia materi. Melalui mata, jiwa
diingatkan kembali pada apa yang sudah diketahuinya sebelum turun ke dunia
materi. Jadi, penglihatan berfungsi sebagai penghubung (wasilah) untuk
mengingatkan kembali pengetahuan jiwa. Inilah inti dari epistemologi Plato.